Sang Maestro

“Demi Allah! Sekalipun matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, maka aku tak akan meninggalkan da’wah ini hingga agama ini tegak atau aku mati karenanya” (HR. Ibnu Hisyam)

Kahidupan dari kehidupanku...

Aku akan selalu menjaga kesucian diriku,
karena kutahu sentuhanmu yang hidup jauh aku sukai merayapi sekujur tubuhku.
Aku akan selalu menjauhkan segala ketidakbenaran dari pikiranku,
karena kutahu engkaulah belahan jiwa yang membantu menyalakan terang budi dalam jiwaku.
Aku akan selalu menyikapkanmu dalam setiap tindakanku,
karena kutahu tutur kata dan tingkah lakumu memberiku kekuatan untuk berjihad.
Dan aku berjuang keras memelihara kemurnian cintaku,
karena kutahu engkaulah yang paling pantas bertempat di bilik suci relung hatiku yang paling dalam.
* * * * *
Dimanakah engkau bersembunyi, bidadariku. Disini aku mencari berjam-jam membosankan, menebarkan persembahan-persembahanku untukmu, sementara orang-orang memunguti bunga persembahanku satu demi satu. Tapi anehnya, keranjangku tak kunjung kosong, malah semakin bertambah, bertambah, dan bertambah lagi.

Pagi sudah berlalu, begitu juga bola emas yang mulai mengatupkan kedua matanya. Dalam naungan senja mataku dilanda kantuk. Orang-orang sekilas memandangku dan tersenyum, dan mengguratkan malu di hatiku. aku duduk seperti seorang pengemis, kutarik bajuku menutupi wajahku dan ketika mereka menanyaiku, apa yang kucari, aku mencucurkan air mata dan tak menjawabnya.

Oh, bagaimana mungkin kuceritakan pada mereka bahwa untukmu ku berpetualang, dan bahwa aku telah barjanji akan segera datang. Bagaimana mungkin kuucapkan tanpa malu bahwa aku menyimpan mahar yang miskin ini. Ah, kudekap erat kebanggaan ini di hatiku yang paling tersembunyi. Wahai anak-anakku, calon Mujahid-Mujahidah, akan kucarikan Ibu yang tepat dan pantas untukmu.

Aku duduk di atas rerumputan menatap langit yang diselimuti awan gelap yang menggantung, dan memimpikan pertemuan kita yang tiba-tiba dalam kemegahan -semua lentera kebenaran terang benderang, panji-panji Islam berkibar-kibar begitu gagahnya, dan alam semesta bergemuruh bertasbih kepada-Nya-. Mereka terkesima kala melihat kita duduk malu dan bangga di atas kereta kencana, laksana tumbuhan merambat diterpa angin sepoi-sepoi musim kemarau. Bahkan rembulan pun terlihat cemburu di balik semak-semak awan.

Tetapi waktu terus berguling dan masih terdengar derap langkah kuda perangku, tangan kananku memegang kendali, tangan kiriku memegang erat al-Liwa', al-Qur'an dan as-Sunnah kutaruh dalam lubuk hati sebagai peta hidup, sebilah pedang keadilan terlihat mentereng di pinggangku, dan busur panah pun tak kalah menakutkan terlihat di punggungku. Banyak iring-iringan lewat dengan suara gaduh dan sorak sorai serta puji-pujian yang riuh rendah, tapi lisanku tak jemu bertasbih di pagi hari, bertakbir di siang hari, bertahmid di sore hari, dan beristighfar di malam hari. Engkaulah itu, satu-satunya yang ada di belakang bayangan keheningan...
Photobucket
Photobucket

0 komentar:

Posting Komentar

Inilah catatanku, tentang diriku bersama orang-orang yang dekat denganku: Ayahanda, Bunda, Saudara, Kerabat, dan akhirnya calon Bidadariku yang sibuk dalam penantian di hiruk pikuk Dakwah Islamiyah. Juga sobat seperguruan dan seperjuangan yang kukenal baik, dan banyak kuikuti pemikirannya. Ataupun teman yang sekedar kenal, dan susah kupahami jalan pemikirannya. Hidup ini kadang memang sulit dipahami...