Sang Maestro

“Demi Allah! Sekalipun matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, maka aku tak akan meninggalkan da’wah ini hingga agama ini tegak atau aku mati karenanya” (HR. Ibnu Hisyam)

Bismillahir Rahmanir Rahiim...

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Pak Presiden yang saya hormati, Bapak ada dimana?!?
Alhamdulillah, Bapak diberikan kesempatan untuk kali kedua memimpin negeri ini oleh Allah. kutulis surat ini sebagai refleksi dari masa pemerintahan Bapak yang lalu -meskipun saya tidak tahu apakah surat ini akan sampai kepada Bapak- dan demi rasa cinta saya kepada Bapak, serta karena rasa peduli saya pada nasib bangsa ini. Dahulu, meskipun hanya bermodalkan niat, tekad, dan nekat, kuberanikan diri untuk menemui Bapak di kediaman Bapak di Cikeas, akan tetapi sesampainya disana, saya hanya bertemu dengan Kepala Keamanan Rumah Bapak sebab waktu itu Bapak sedang pulang kampung ke Pacitan. Setelah mendengar bahwa Bapak pulang kampung, tanpa menunggu lama-lama, Saya langsung berangkat ke Pacitan dengan sebuah harapan bisa bertemu dan curhat kepada Bapak tentang nasib tetanggaku yang tak kunjung mendapat pekerjaan yang layak, dan meskipun dapat, gajinya tidak cukup untuk menghidupi keluarganya karena harga sembako yang semakin melangit, sehingga keluarganya selalu dirundung kesusahan dan dibelit kelaparan, tak ayal anak semata wayangnya yang keliatan 12 tulang rusuknya sering sakit-sakitan akibat gizi buruk yang diderita. Dibalik itu semua, Saya bangga pada keluarga itu, mereka sabar dan ikhlas menerima keadaan itu, meskipun mereka telah berupaya dan berusaha melakukan apapun untuk merubah kondisi mereka, termasuk menaruh harapan pada Bapak -Meskipun itu kecil kemungkinannya-.

Pak Presiden yang terhormat, Bapak ada dimana?!?
setelah Saya tiba di Pacitan, nasib sial masih berpihak kepadaku, sebab ibunda Bapak mengatakan bahwa satu jam yang lalu Bapak telah balik menuju ke Istana Negara Jakarta. Mandengar hal itu, Saya langsung pergi untuk menyusul Bapak ke Istana Negara tanpa memperhatikan kondisi diriku yang kotor, bau, dekil, item, dsb. Saya beranggapan bahwa kondisi yang Saya alami sekarang, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kondisi yang dirasakan tetanggaku. karena Saya baru beberapa hari saja mengalaminya, sedangkan tetanggaku hampir selama hidupnya. Ditengah perjalanan saya tak habis pikir, ternyata untuk bertemu dengan Pak Presiden sulitnya setengah hidup. Tapi Saya tidak akan menyerah sampai disini, Saya harus bisa bertemu dengan Bapak untuk menceritakan kondisi tetanggaku. Pernah terbersit dalam hatiku ungkapan yang jelek, bahwa Bapak zalim, Bapak kurang ajar, tapi segera kutepis ungkapan itu karena Saya malu pada tetanggaku -yang dalam sepengetahuanku- tidak pernah berprasangka jelek pada Bapak, apalagi mengutuk dan melaknat Bapak. Bahkan yang membuatku tambah kagum pada tetanggaku, disela-sela munajatnya kepada Allah, tetanggaku tak lupa mendoakan kesehatan dan keselamatan pada Bapak, Subhanallah.

Pak Presiden yang dihormati, Bapak ada dimana?!?
Setelah cukup lama berada diperjalanan, akhirnya Saya tiba di jakarta dan melihat Gedung Istana Negara yang berwarna putih berada diujung pandangan mataku, Alhamdulillah. Segera Saya berlari terseok-seok menuju Istana Negara, akan tetapi malangnya nasibku, baru berjarak sekitar 20 meter dari gerbang utama, Saya dicegat oleh Satuan Keamanan Istana Negara dan tidak boleh mendekat lagi. Saya tetap berusaha dengan berbagai macam cara, mulai dari adu mulut hingga adu fisik, tapi tetap tidak berhasil. Saya bingung kenapa Saya tidak boleh manghadap Pak Presiden (meskipun 5 menit saja, untuk menceritakan kondisi tetanggaku), bukankah ini negara demokrasi yang asasnya dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Apakah mungkin karena kondisiku yang menempel berbagai macam atribut kejelekan?, ataukah Saya dicurigai sebagai seorang teroris? Saya tak tahu. ketika saya bertanya tentang keberadaan Bapak, Mereka menjawab bahwa Bapak tidak ada karena ada urusan ke Amerika. Esoknya lagi saya bertanya, dijawab bahwa Bapak sedang ke Eropa. Esoknya lagi, Bapak ada di Australia. Akhirnya, dengan rasa kecewa Saya pulang tanpa bawa hasil apa-apa, sejak itu dalam diriku tertanam bahwa "Demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat adalah kebohongan besar".

Pak Presiden yang Saya hormati, Bapak ada dimana?!?
Tibalah Saya di kampung halaman, tapi ada yang aneh, kampungku terasa sepi, Saya yakin pasti telah terjadi sesuatu pada tetanggaku. Setelah kuselidiki, tanpa bisa membendung air mataku, dan ucapan Innalillahi wa Innailaihiroji'un keluar dari lisanku tanpa dikomando. Pak Presiden, tetanggaku telah meninggal dunia dengan kondisi yang mengenaskan, anak-anaknya mati karena busung lapar, ayah dan ibunya mati karena kelaparan. Asal Bapak tahu, tetanggaku adalah rakyat bangsa ini yang ada dipelosok-pelosok pulau. Setelah kejadian itu Saya merenung, dan berkata dalam hati.
Jikalau di Dunia ini Saya kesulitan bertemu dengan Bapak, untuk menceritakan kondisi tetanggaku. tapi Saya tetap memohon kepada Allah, agar kita bisa dipertemukan di Akhirat kelak. Namun jikalau Allah berkehendak lain, setelah kucari-cari Bapak di setiap sudut Surga, tapi hasilnya tetap nihil. Lalu Pak Presiden yang Saya hormati, Bapak ada dimana? Padahal Saya cuma mau menyampaikan berita gembira bahwa tetanggaku sekarang telah hidup damai-sentosa, Mereka sudah bisa tidur nyenyak tanpa kekurangan apapun. Alhamdulillah...
Mungkin pembaca yang hanif dan yang peduli terhadap Nasib bangsa ini, bisa membantuku untuk menyampaikan surat ini kepada Pak Presiden dengan menyebarkan surat ini semampunya. dan membantuku mencari Pak Presiden di Akhirat kelak(jika Pak Presiden masih tetap seperti Pemerintahan yang lalu), Dimanakah Pak Presiden jikalau di Surga tidak ada?!?
Photobucket

1 komentar:

galih mengatakan...

wah apik ms..

Posting Komentar

Inilah catatanku, tentang diriku bersama orang-orang yang dekat denganku: Ayahanda, Bunda, Saudara, Kerabat, dan akhirnya calon Bidadariku yang sibuk dalam penantian di hiruk pikuk Dakwah Islamiyah. Juga sobat seperguruan dan seperjuangan yang kukenal baik, dan banyak kuikuti pemikirannya. Ataupun teman yang sekedar kenal, dan susah kupahami jalan pemikirannya. Hidup ini kadang memang sulit dipahami...